Caracas (ANTARA News) - Presiden Hugo Chavez, Selasa WIB, melukiskan militan kiri Venezuela "Carlos the Jackal" saat diadili akibat serangan mematikan di Prancis pada 1980an, sebagai "pewaris paling layak bagi perjuangan-perjuangan terbesar kaum kiri."

"Di luar apa yang telah dituduhkan kepadanya, 'Carlos' selama era itu adalah pewaris terlayak untuk perjuangan-perjuangan terbesar yang muncul atas nama rakyat dan keadilan rakyat," kata Chavez, yang adalah mantan anggota pasukan para yang berhaluan kiri.

Chavez mengimbau rakyat Venezuela untuk mendukung hak-hak bangsa Palestina.

Chavez yang enggan mengomentari tuduhan terhadap Carlos, juga mengatakan bahwa dia telah memerintahkan Manteri Luar Negeri Nicolas Maduro untuk menjamin hak-hak Carlos dijamin selagi persidangannya berlangsung.

"Carlos the Jackal" disidangkan Selasa ini di Paris atas tuduhan pembunuhan 11 orang dalam empat kali pemboman di Prancis pada 1980an.

Sudah bukan rahasia lagi, pria yang kini berusia 62 tahun itu menjadi pemimpin geng yang melakukan serangan-serangan atas suruhan dinas intelijen-dinas intelijen Pakta Warsawa.  Dia juga dikenal berhaluan ultra kiri dan pembela hak-hak Palestina, namun dia menolak segala tuduhan pengadilan Prancis itu.

Mengenakan jeans dan jaket biru, Carlos Ilich Ramirez Sanchez berdiri dan menyampaikan salam tradisional kaum pemberontak kiri kepada sejumlah pendukungnya yang berjuang mendekatinya di tengah kerumuman wartawan.

Carlos, lahir pada 1949, menjadi terkenal pada 1975 saat grup komandonya menyerbu ruang konferensi di mana para menteri negara-negara OPEC bertemu di Wina.  Dia menyandara 11 orang.

Dia ditangkap di Sudan pada 1994 dan diekstradisi ke Prancis di mana sejak itu mendekam di penjara di sana.  Pada 1997 dia dinyatakan terbukti bersalah atas pembunuhan seorang warga sipil dan dua polisi yang terjadi pada 1975 murder.  Dia kemudian dijatuhi hukuman seumur hidup.

Pengadilan terbarunya berkaitan dengan empat serangan yang dilihat sebagai bagian dari perang pribadi Carlos terhadap Prancis dengan berupaya membebaskan dua rekannya, termasuk istrinya, yang ditahan di Paris selagi merencanakan menyerang Kedutaan Besar Kuwait